JAKARTA – Pandemi Covid-19 yang telah berjalan hampir setahun telah mendisrupsi semua industri di Indonesia, tak terkecuali industri logistik. Para pelaku usaha pun harus mengambil langkah cepat untuk beradaptasi agar bisa bertahan selama pandemi di antaranya dengan digitalisasi logistik. Disrupsi di industri logistik sendiri bisa dilihat berkurangnya loading cargo dari trailer dan kontainer. Hal itu bisa terjadi akibat adanya pembatasan transportasi akibat perusahaan harus menegakkan keamanan yang lebih tinggi. Hasilnya, membuat rantai pasok terganggu dan berdampak pada penurunan volume kontainer di berbagai daerah. Contohnya pada saat hobi bersepeda booming, namun karena rantai pasok terganggu, seorang penghobi sepeda harus berebut demi mendapatkan part sepeda incarannya.
Dalam webinar bedah buku Circle of Logistics Kamis (4/2) lalu, diungkap bahwa ada tiga fase perubahan akibat pandemi. Fase normal atau kita melakukan kebiasaan seperti biasa, selanjutnya ialah new normal atau kita melakukan adaptasi untuk bisa bertahan. “Kita bisa mengatakan di tahap ini ialah survival mode, baik untuk perusahaan maupun human resource-nya. Lanjut ke next normal di mana fase ini merupakan proses recovery dan growth. Kalau sekarang sendiri, sebagian perusahaan masih ada di step recovery dan sebagian masih di tahap survival,” kata Zaroni Samadi, penulis buku Circle of Logistics. Namun, terlepas dari di mana posisi perusahaan logistik saat ini, faktanya pola konsumsi masyarakat sudah mengalami perubahan dari offline menjadi online.
Dengan demikian, hal ini harus diantisipasi oleh pelaku industri logistik, karena tren pada masa depan akan mengacu pada stay at home economy atau pola berbelanja daring. Namun, itu semua tak akan bisa terjadi kalau tidak ada logistik dan platform e-commerce. Tidak bisa kalau industri logistiknya terganggu. “Kalau industri logistik terganggu atau belum siap, muncul sejumlah masalah yaitu pasokan material berkurang, fluktuasi harga karena suatu barang sulit didistribusikan, kekurangan stok, pengiriman yang lambat, ataupun penghentian produksi atau distribusi,” kata Direktur PT Pos Logistik Indonesia itu melalui keterangan tertulis pada Senin (8/2/2021).
Atau dengan kata lain, logistik punya peran penting dalam kondisi pandemi saat ini. Hal inilah, lanjut Zaroni, para pelaku industri harus melakukan inovasi secepatnya, karena sebenarnya demand barang tertentu yang ingin didistribusikan itu tetap ada, yang berubah ialah cara mengaksesnya saja. “Betul, saat pandemi ini kita memang harus berinovasi pada value, apakah melakukan program bundling atau melakukan pivot bisnis agar bisa survive, contohnya dengan membuat hand sanitizer. Tapi sebenarnya hikmah di masa pandemi ini, kita dipaksa untuk switch ke digital agar tim logistiknya bisa jalan. Jadi, kondisi ini, mau tidak mau, suka tidak suka, mendorong digitalisasi logistik,” kata Zaroni.
Benny Woenardi selaku Managing Director Cikarang Dry Port, setuju bahwa proses digitalisasi harus dilakukan agar perusahaan bisa mengimbangi tren konsumsi masyarakat yang telah berubah. Cikarang Dry Port sendiri sudah berjalan ke arah sana dan menurutnya sudah berada di evolusi yang tepat. Cikarang Dry Port adalah salah satu anak perusahaan Jababeka Group yang berada di Kota Jababeka Cikarang yang bertujuan memfasilitasi kebutuhan proses logistik ekspor impor tenants industri. “Saya kira, kami sudah dalam jalur yang tepat. My CDP, aplikasi layanan logistik telah kami rilis bagi pelanggan Cikarang Dry Port pada 2018 yang bisa diakses melalui ponsel pintar android dan telah memasuki tahap dua dengan menambahkan fitur pembayaran secara online,” kata Benny.